Section outline

  • Dosen Pengampu: Ratri Septina Saraswati, S.T., M.T.
    Mata kuliah konservasi mengajak mahasiswa belajar ilmu konservasi, khususnya konservasi arsitektur. Konservasi adalah seluruh proses pelestarian untuk mempertahankan, memperbaiki dan memanfaatkan kembali warisan budaya berupa bangunan, site, dan kawasan. Perkuliahan ini menggunakan metoda pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas.  Mahasiswa belajar tentang hakikat pelestarian cagar budaya, menggali sejarah dari jurnal, tulisan, dan dokumen lama. Mempelajari karakteristik arsitektur yang unik sehingga suatu bangunan atau kawasan layak untuk dilestarikan bahkan menjadi cagar budaya.  Bila dikaitkan dengan bangunan, maka memikirkan bagaimana pelestarian, apakah sesuai kondisi dan fungsi aslinya, ataupun memasukkan fungsi baru harus sesuai dengan kebutuhan bangunan tersebut. 
    Melalui mata kuliah Konservasi, mahasiswa diharapkan memiliki informasi mengenai tata cara konservasi bangunan bersejarah, memiliki empati dan tergugah untuk turut bertanggungjawab terhadap kegiatan pelestarian warisan budaya yang merupakan sejarah dan pusaka bangsa, khususnya bangunan dan arsitektur.
    Metode pembelajarannya kuliah di dalam kelas dan kuliah lapangan. Dalam kelas mahasiswa menggali teori, dan di lapangan mahasiswa belajar mencari jejak sejarah pada suatu obyek bersejarah bangunan, melakukan pendokumentasian, pengukuran dan menyusunnya menjadi sebuah dokumen data dan gambar arsitektur. 
    Hasil dari perkuliahan ini dapat menjadi bahan untuk pembahasan rencana pemanfaatan selanjutnya sesuai dengan kondisi bangunan / kawasan agar tetap lestari, serta dapat dikembangkan menjadi tulisan / penelitian baik oleh mahasiswa, dosen, dan pembaca lainnya. 
    Referensi :
    1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
    2. Piagam Bhurra (Bhurra Charter), ICOMOS
    3. Peraturan Menteri PUPR  Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan
    4. Peraturan Menteri Dikbutristek Nomor 36 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Register Nasional Cagar Budaya
    5. William J. Murthag, 1990, Keeping Time : The History and Theory of PreservationAwal, Han, 2002, Pengantar Panduan Konservasi Bangunan Bersejarah Masa Kolonial, Penerbit Pusat Dokumentasi Arsitektur, Jakarta.
    6. Budihardjo,Eko, 1994, Konservasi Bangunan di Indonesia, Penerbit Gajahmada Press, Yogyakarta.
    7. Pusat Dokumentasi Arsitektur, 2013.Tegang Bentang, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
      Frick, Heinz., 1997, Pola Struktural dan Teknik Bangunan di Indonesia, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
    8. Catanese, Snyder , 1986, Pengantar Perencanaan Kota, Erlangga , Jakarta, 401-429
    9. Frick, Heinz. 1980. Ilmu Konstruksi Bangunan 1. Kanisius. Yogyakarta 
    10. Frick, Heinz. 1980. Ilmu Konstruksi Bangunan 2. Kanisius. Yogyakarta
    Jurnal : 
    1. Baxter, Alan, 2021, Twentieth Century, Journal of Architectural Conservation” Volume 2 July 2001, London : Taylor & Francis Online.
    2. G. Zaagsma, 2022, Digital History and the Politics of Digitization, Digital Scholarship in the Humanities Journal, pp.1–22.
    3. Saraswati, Ratri S, 2015.  Penelusuran Hubungan Kawasan Bersejarah Masjid Agung Demak dengan Masjid Kadilangu, Jurnal Ilmiah Teknosains, Vol. 1 No. 1 November 2015.
    4. Avrami, Erica, 2000, Values and Heritage Conservation, The Getty Conservation Institute, Los Angeles 
     
  • Bila dikaitkan dengan bangunan, maka memikirkan bagaimana konservasi / pelestarian bangunan bersejarah, apakah manfaatnya? Apakah setiap konservasi harus diikuti pemanfaatan sesuai kondisi dan fungsi aslinya, ataukah bisa memasukkan fungsi baru, apakah diperbolehkan melakukan penambahan perubahan dan penyesuaian dengan kebutuhan masa sekarang. 

    Melalui kursus ini, mahasiswa diharapkan memiliki informasi mengenai tata cara konservasi bangunan bersejarah, memiliki empati dan tergugah untuk turut bertanggungjawab terhadap kegiatan pelestarian warisan budaya yang merupakan sejarah dan pusaka bangsa, khususnya bangunan dan arsitektur.

    Untuk memulainya, dibawah ini sebuah tulisan pengantar tentang konservasi, khususnya arsitektur. Semoga cukup menarik untuk bisa mendapatkan wawasan teoritis / dasar-dasar pemahaman pembaca.   

  • Dalam UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (UUCB), Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan, berupa : Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

    Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:

    1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
    2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
    3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
    4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

    Lengkapnya isi UUCB dapat diunduh pada folder "Regulasi Nasional dan Internasional". 

    Indonesia adalah salah satu negara yang merespon gerakan pelestarian cagar budaya yang telah menjadi wacana internasional selama beberapa dasawarsa ini, dapat dilihat pada beberapa piagam pelestarian, diantaranya The Venice Charter (1964-1965), 

     

     
    kemudian diikut UNESCO melalui The General Conference of UNESCO (16 November 1972) mengeluarkan The Recommendation concerning the Protection at National Level, of the Cultural and Natural HeritageThe Burra Charter (1979), Piagam Washington (1987), The World Herritage Cities ManagementGuide (1991), dan Piagam dari  International Council of Monuments and Site dari ICOMOS.

    Berikut ini saya jelaskan beberapa piagam / maklumat tentang pelestarian cagar budaya yang telah dicanangkan dan menjadi perhatian, dan menjadi dasar gerakan pelestarian di berbagai negara

    .

  • Kita sering mendengar tentang Arsitektur Nusantara. Arsitektur Nusantara adalah arsitektur yang berkembang di wilayah nusantara dalam kurun waktu tertentu dan membawa prinsip–prinsip model bangunan masing–masing, dan berakulturasi terhadap faktor–faktor yang ada di wilayah sekitar, diantaranya faktor bencana alam, datangnya suku bangsa lain yang tidak hanya berkunjung tetapi juga bermukim dan membawa kebudayaannya sendiri. Transformasi / akulturasi ini memiliki perkembangan arsitektur secara signifikan, dimulai dari arsitektur vernakular masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh tradisi Hindu-Buddha dan Islam, hingga gaya kolonial dan modern pasca-kemerdekaan. Untuk dapat mengetahui, seperti apa bentuk-bentuk bangunan yang berakulturasi itu, terlebih dahulu baca artikel di bawah ini. Selamat mempelajarinya.

  •  Pendokumentasian merupakan upaya pencatatan dan perekaman dalam rangka pelestarian Cagar Budaya pada saat ditemukan atau pada saat didokumentasikan. Mengingat hakikat data yang terbatas itu, maka dalam kegiatan pendokumentasian perlu dilakukan secara terperinci dan menyeluruh informasi Objek Cagar Budaya untuk berbagai keperluan dan kepentingan di masa depan. Dalam kegiatan pendokumentasian Cagar Budaya itu tercakup dokumentasi secara verbal (deskripsi/narasi) dan dokumentasi secara piktorial (gambar, foto, dan video) pada semua jenis Objek Cagar Budaya baik berupa benda, bangunan, struktur, situs, maupun kawasan. 

    Prinsip Pendokumentasian adalah : jelas dan informatif (mudah dibaca dan dipahami) , dan akurat dapat dipertanggungjawabkan (secara ilmiah, hukum, dll).

    Berikut teknik pendokumentasian dapat dipelajari, dan digunakan untuk uji coba peserta untuk melakukan survey lapangan, sebagai akhir dari kursus konservasi tahap 1 ini 

  • Dalam sesi ini diberikan contoh sekelompok mahasiswa Arsitektur UPGRIS telah menyelesaikan sebuah proyek tugas yaitu mendokumentasikan Stasiun Bringin, Bangunan Cagar Budaya di wilayah Kabupaten Semarang